Catatan Pembuka
Sejak saya menjadikan “mengampuni dan melupakan” sebagai makanan pokok setiap hari, khususnya setiap akhir hari saya, maka saya telah temukan banyak hal. Yang pertama dan utama ialah “kedamaian bathin dan jiwa”.
Kedamaian yang saya maksudkan di sini ialah “berdamai dengan diri sendiri”, bukan dengan pihak lain.
Pesan untuk selalu mengampuni dan melupakan saya dapatkan dari Grandmaster Mantak Chia dalam praktek Universal Healing Tao System (UHTS) yang saya dapatkan dari beliau. Dalam praktek utama, Grandmaster Mantak Chia mengajarkan dua praktek dasar, yaitu (1) Inner Smile; dan (2) Six Healing Sounds.
Selain Mantah Chia, saya juga telah belajar jauh sebelumnya dari ajaran Alkitab yang menyatakan kita harus mengampuni dan menyelesaikan masalah dengan saudara sesama manusia sebelum matahari terbenam dan sebelum kita mempersembahkan korban sesuatu kepada Tuhan.
Di samping itu, tulisan ini dipicu oleh ucapan Perdana Menteri Papua New Guinea Peter O’Neill sebagai pesan Tahun baru 2019, yang telah berulang-kali saya kutip di mana-mana. Sejak diucapkan oleh Peter O’Neill, persoalan mengampuni dan melupakan menjadi praktek yang saya lakukan setiap saat. Dan kini saya sudah berupaya untuk menjadikannya sebagai “makanan pokok”.
Menjadikan “mengampuni dan melupakan” sebagai “makanan pokok”, artinya tanpa itu saya tidak bisa hidup, dan oleh karena itu saya hidup harus dengan mengampuni dan melupakan, setiap saat, tanpa alasan, tanpa kompromi.
Saya bertekad menjadikan cinta-kasih yang “mengampuni dan melupakan” sebagai makanan pokok saya menjadi lebih besar, lebih berkuasa, lebih banyak, lebih nikmat daripada kebencian, kecurigaan, gosip, saling mencurigai, saling menceritakan, saling tidak percaya, dan saling mendendam.
Saya tidak bisa membayangkan sama sekali, bagaimana suatu kehidupan yang tanpa mengampuni dan tanpa melupakan apa yang telah saya ampuni. Saya yakin, seyakin-yakinnya, pertama-tama saya tidak akan pernah masuk ke dalam kerajaan Sorga, karena saya tahu persis secara pribadi, bahwa saya telah menjadi anak Allah, dan saya punya jaminan pasti masuk surga, hanya dengan modal kasih-sayang yang telah mendatangkan “pengampunan dosa” buat saya.
Ini bukanlah pilihan pikiran dan akal sehat. Rasionalisai tidak punya tempat di sini. Yang saya bicarakan ialah persoalan perasaan dan hati-burani, yang telah Tuhan tempatkan dalam diri saya, dalam jiwa yang saya kandung dalam tubuh ini.
Karena dengan mengambpuni dan melupakan, saya telah mendapatkan damai sejahtera yang sesungguhnya, yang sepenuhnya dan memuaskan. [bersamung…]