Perihal “Waktu” dan Nasib Manusia yang Hidup “di dalam” Waktu ?

Pengantar

Catatan sebelumnya kita bicara tentang “Waktu” dan “Ruang” adalah ciptaan Manusia modern! Pikirkan untuk Hidup di luar mereka! dengan tujuan untuk melihat konsep waktu menurut Orang Asli Papua (OAP) mewakili Masyarakat Adat (MADAT) sedunia, dan waktu menurut masyarakat modern.

Ada lima hal yang sering diperhatikan dalam melihat “waktu”.

  1. Pertama apa yang membatasi waktu
  2. Kedua, apa arti waktu dalam fisika? Karena waktu dilihat sebagai sesuatu yang pasti.
  3. Maksud waktu dalam sains (ilmu pengetahuan), yaitu nalar, secara khusus manusia modern.
  4. Filsafat waktu dan
  5. Konsep waktu

Dalam artikel sebelumnya kita sudah singgung tentang konsep waktu menurut MADAT dan masyarakat modrn.

Konsep Waktu

Menurut Wikipedia.org waktu adalah

Time is the indefinite continued progress of existence and events that occur in apparently irreversible succession from the past through the present to the future.

<https://en.wikipedia.org/wiki/Time>

[Artinya: Waktu adalah kemajuan tak tentu terus-menerus dari keadaan dan kejadian yang terjadi dalam suksesi yang nampak tidak dapat dibalikkan kembali dari masa lalu melewati masakini ke masadepan.]

Sesuatu sedang berlangsung secara tak menentu, tanpa batas, tanpa akhir dan ia berlangsung terus-menerus. Berlangsung dalam eksistensi dan peristiwa. Dan eksistensi dan peristiwa itu tidak dapat dibalikkan kembali, dari kemarin, hari ini, dan hari esok.

Itu dalam pandangan modern dan barat, inilah pemikiran Newtonian, yang mengatkan bahwa proses waktu dari kemarin, hari ini dan hari esok terjadi terus-menerus, tidak dapat diulang kembali, dalam garis lurus.

Berbeda dengan itu, MADAT dan dunia non-Barat tidak melihat waktu seperti itu. Waktu adalah “keberadaan saat ini”, tidak ada kemarin, tidak ada besok. Kami ada! saat ini! Titik!

Ada yang melihat malahan waktu dia berputar bolak-balik, dari kemarin, hari ini dan besok, dia berputar. Sama seperti planet Bumi adalah bundar, sesungguhnya waktu berjalan dalam sebuah proses siklus, dan ia kembali lagi ke awal, dan kembali lagi ke awal, dan kembali lagi ke awal, tidak berakhir.

Hari ini tanggal 31 Desember 2018, dan besok adalah tanggal 1 Januari 2019. Dan tanggal 31 Desember 2018 itu tidak akan pernah berulang kembali, tidak pernah terkena siklus lagi. Itu pandangan modern.

Itu sebabnya Tahun Baru dianggap sebagai sesuatu yang sangat berarti. Kita dipaksa untuk berbuat banyak hal, misalnya membuat resolusi-resolusi, mengevaluasi peri kehidupan kita dalam berbagai aspek, kalau pengusaha mengeluarkan keputusan-keputusan penting untuk usaha, kalau di dalam gereja biasanya ada pengakuan-pengakuan dosa dan resolusi-resolusi yang dibuat untuk tahun baru nanti.

Karena waktu dianggap TIDAK AKAN PERNAH DATANG KEMBALI, maka pelepasan tahun yang sedang berjalan menjadi sangat vital, dan resolusi menjadi sangat penting.

Hidup di Dalam Waktu = Budak Waktu

Pertanda pertama manusia hari ini yang ada “di dalam waktu” ialah dia punya kalender di dinding, atau di HandPhone, atau di Kompuernya, dan bukan itu saja, dia sering mengecek “waktu” itu sendiri.

Ada yang mengenakan arloji tangan, walaupun sudah punya handphone dan laptop yang menggunakan waktu. Dan pada saat bicara, berjalan, selalu melihat-lihat ke “waktu” yang ada di tangan.

Selain itu, orang yang hidup “di dalam waktu” memiliki jadwal kerja yang jelas. Pagi, siang, sore, malam; Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu; Januari, Februari, Maret, April, Mei, Juni, Juli, Agustus, September, Oktober, November, Desember. Ada yang lebih ketat lagi, semua diator menurut jam dan bahkan menit.

Orang seperti ini akan terlihat gelisah dalam hidup. Hidup mereka penuh dengan beban dan stress. Mereka terlihat selalu dikejar-kejar oleh sesuatu, saya tidak menganggap sedang mengejar sesuatu. Mereka mengira mereka mengejar waktu, tetapi sebenarnya bukan, mereka justru dikejar oleh waktu.

Bukan sekedar dikejar, mereka telah menjadi hamba dan budak dari “waktu”. Mereka menjadi tahanan dari “waktu”. Mereka menjadi “terpenjara” oleh konsep waktu.

Jangan heran, di mana ada masyarakat modern, di situ pasti ada Rumah Sakit Jiwa (disingkat RSJ). Di mana ada masyarakat modern, pasti penyakit stress dan depresi, sampai bunuh diri. Pasti ada banyak orang “gila” yang kehilangan keseimbangan antara emosi, nalar dan nurani sehingga mereka menjadi “sampah” masyarakat.

Budak Waktu Memperbudak Manusia Lain

Dampak lanjutan dari manusia-manusia “budak waktu” ialah mereka dikejar dan diperintah oleh waktu, sehingga mereka harus melakukan sesuatu, tanpa disadari, sebenarnya apa-apa yang dilakukan itu merupakan langkah manusia-manusia budak dimaksud untuk menyelamatkan diri atau memerdekakan diri dari perbudakan waktu.

Mereka menyembah kepada “waktu”. Mereka menjadi budak “waktu”. Mereka mengira mereka maju menjadi modern, menjadi makmur, menjadi kaya-raya dan bahagia. Ternyata tidak! Benar! Ternyata tidak! Kekayaan dalma bentuk harta benda dan uang ternyata tidak mendatangkan apa yang dijanjikan oleh “waktu”, yaitu “kebahagiaan hidup”.

Kata mereka, “Time is money“, dan karena itu “waktu” digunakan, atau “waktu memeras mereka semampu-mampunya sampai manusia menjadi mampus dipermainkan oleh waktu”, dan janji dari perbudakannya itu katanya adalah “money”. Dikira “money” dapat membeli “kebahagiaan”. Abraham Maslow mengatakan begitu ada “mass production” dan “mass production” maka ada kebahagiaan dan realisasi diri masng-masing orang. Itulah tujuan akhir dari keberadaan kita dalam kehidupan dalam tubuh fisik ini.

Dapatkan Kita Lihat “Kebahagiaan Hidup” dari Manusia “Budak Waktu”?

Kalau secara jujur kita lihat per tanggal 31 Desember 2018, maka tanpa ragu-ragu kita apat membantah Pak Maslow dan mengatakan kepada dia, “Kok hal itu tidak terbukti dalam hidup daya?”

Definisi “hidup bahagia” seperti yang digambarkan dalam ilmu-ilmu sosial, psikologi, filsafat justru lebih nyata dan dialami di tengah-tengah MADAT. Justru di masyarakat modern terlihat “hidup bahagia” itu menjadi sangat semu. “Kebahagiaan” masyarakat modern jadinya mirip dengan berfoya-foya, berpesta-pora, tampil seolah-olah kaya. Saat kita tatap di mata mereka, karena mereka adalah manusia sama dengan kita, akan nampak jelas “TIDAK ADA KEHAHAGIAAN” terpancar dari wajah mereka.

Apa solusinya?

Solusinya hanya satu, yaitu “Keluar”-lah dari “waktu”, karena perbudakan dimulai oleh, untuk dan karena “waktu”. Dan pada saat kita keluar dari “waktu” maka kita akan menjadi manusia yang benar-benar merdeka secara hakiki.

[Catatan berikut berjudul “Bagaimana dan Siapa yang Hidup di Luar Waktu”]

“Waktu” dan “Ruang” adalah ciptaan Manusia modern! Pikirkan untuk Hidup di luar mereka!

Di Melanesia secara prinsipil, kita kenal ada empat “waktu” saja,

  1. Waktu pagi
  2. Waktu Siang
  3. Waktu sore
  4. Waktu malam

Selain itu, kita juga mengenal waktu-waktu yang lain, seperti berikut

  1. Waktu kecil
  2. Waktu besar
  3. Waktu muda/ tua
  4. Waktu hidup
  5. Waktu mati

Selain dari itu lagi, kita kenal waktu seperti berikut

  1. Waktu kemarin
  2. Waktu besok
  3. Waktu dulu
  4. Waktu sekarang

Ini waktu-waktu yang dikenal di masyarakat Melanesia. Begitu Melanesia bersentuhan dengan dunia modern, maka waktu-waktu itu mengalami perubahan besar-besaran. Sekarang “waktu-waktu” itu kita bagi ke dalam

  1. Waktu “jam”, termasuk detik dan menit
  2. Waktu “hari”
  3. Waktu “minggu”
  4. Waktu “tahun”
  5. Waktu “dekade”
  6. Waktu “abad”

Selain itu kita diperkenalkan dengan waktu-waktu berikut

  1. Waktu bayi
  2. Waktu remaja
  3. Waktu pemuda
  4. Waktu dewasa
  5. Waktu muda
  6. Waktu tua

Silahkan cari di google.com tentang “waktu” ini dan kita akan tercengang betapa “waktu” telah menjadi satu “subyek” yang sangat menentukan dan mengatur peri kehdupan masyarakat modern.

Anda bayangkan masyarakat modern tanpa waktu? Jelas sulit! Bagaimana mungkin peradaban modern berjalan tanpa waktu? Itu pertanyaan gila.

Dengan kesimpulan kecil ini, kita bisa lihat dengan jelas, bahwa “waktu” diciptakan atau tercipta untuk melayani kebutuhan modernisasi, dan dunia modern tanpa waktu tidak dapat berjalan sama-sekali. Bisa dikatakan juga waktu tanpa dunia modern sama sekali tidak ada gunanya.

Ingat, kita baru bicara tentang “waktu”, karena itu catatan berikutnya kita kaan bicara tentang “ruang”. Salam jumpa!